Dia mengingatnya seperti putri duyung yang rela menukar ekor yang sangat berguna untuk bisa berenang dan bertahan di laut, ditukar dengan sepasang kaki yang menurut manusia lebih berguna and lebih indah.
“Buka mulutmu, keluarkan lidahmu supaya Aku bisa memotongnya.”
“Boneka ini adalah pemberian yang tolol, ya? Pemberian yang tolol.
:Koq, kamu suka bilang begitu. Aku suka bonea ini.”
Ah pemberian yang tolol. Memang kamu suka boneka monyet?
Aku suka. Tadi kan aku sudah katakan.
Dia melihat dirinya di cermin, seperti retak yang tidak terhindarkan, buram yang tidak terjelaskan, sekalipun menggunakan pembersih kaca. Terpaku pda bayangan yang ternyata tidak sama persis, walau melalui cermin. Guratanlemak dan debu memburaminya dengan sengaja, pada siang, pada malam.
“Nanti kamu pulang ke kotamu bagaimana?”
“Aku terbang saja, sekali-sekali berenang. Kamu tidak mau ikut denganku? Kadang nanti Aku akan kelelahan. Tapi Aku akan datang lagiberenang lagi, terbang lagi, mungkin suatu saat kita akan bersama. Maukah kamu berdiri di tepi perahu layar selama Aku berenang?
No comments:
Post a Comment